"Joker (2019)" Review dan Analisis (Heavy Spoiler!): Tawa Ditengah Kemuraman Hidup
Cast: Joaquin Phoenix
(Arthur Fleck), Robert De Niro (Murray Franklin), Zazie Beetz (Sophie Dumond),
Frances Conroy (Penny Fleck), Brett Cullen (Thomas Wayne).
Produced By: Warner Bros., Village Roadshow Pictures, DC
Films.
INTRO
INTRO
Melihat
kebelakang, sudah tidak asing jika rumah-rumah produksi film raksasa bersaing
satu sama lainnya untuk menghadirkan film superhero
flick terbukti sangat populer dan laku keras di masyarakat. Banyak dari filmnya
bertujuan untuk menyampaikan hal-hal positif yang bisa menginspirasi
penontonnya untuk berbuat lebih baik. Tapi tahun ini, salah satu rumah produksi
raksasa, Warner Bros dan DC, kembali menghadirkan filmnya yang tergolong berani
dan berbeda, dengan mendatangkan film origin yang tidak berkaitan sama sekali
dengan pahlawan-pahlawan dengan aksi heroiknya, melainkan kisah origin seorang villain yang sangat populer dan terkenal
di jagat dunia komik, The Joker.
Kali ini perannya
tidak diserahkan kembali kepada aktor kawakan Jared Leto yang sebelumnya pernah
memerankan karakter Joker di Suicide
Squad, peran tersebut diambil alih oleh aktor Joaquin Phoenix.
Ketika namanya diumumkan sebagai Joker yang baru, justru banyak orang mengapresiasi
hal ini mengesampingkan jika dahulu Jared Leto juga pernah memerankan peran ini
di film Suicide Squad yang mendapat respon kurang positif di masyarakat. Kali
ini respon positif mulai bermunculan masyarakat tidak lepas dari reputasi
Joaquin dimana tentunya sudah tidak perlu dipertanyakan lagi mengenai karirnya
di layar lebar, apalagi dirinya merupakan sama-sama method actor seperti mendiang Heath Ledger, banyak orang optimis
jika Joaquin bisa menghadirkan sosok Joker yang sudah sangat diharap-harapkan
fans-fansnya.
Sutradara yang
menangani film The Joker adalah Todd Phillips yang juga terlibat sebagai
penulis script dan cerita filmnya. Jika anda pecinta film komedi nama Todd
Phillips seharusnya sudah tidak asing lagi, karena orang ini adalah orang yang
juga menangani film trilogi The Hangover. Budget filmnya tidak sebesar jika
dibandingkan dengan film-film keluaran komik yang pernah diproduksi oleh Warner
Bros, namun faktanya antusiasme dan animo masyarakat yang sangat besar karena
penasaran dan hal-hal berkaitan dengan masalah kejiwaan yang minggu-minggu
kemarin menjadi topik yang sering diperbincangkan, membuat film ini sangat
sukses pada saat rilis dan mampu meraih keuntungan mencapai $1 Miliar US Dollar
bahkan angka ini dicapai tanpa pemutaran di negeri China! Menempatkan film The
Joker pada posisi ke-7 film terlaris di tahun 2019, dan mencetak sejarah film
dengan rating dewasa paling sukses saat ini.
A D V E R T I S E M E N T
Sinopsis
Cerita akan
berfokus akan kehidupan seorang pria bernama Arthur Fleck, seorang pria kesepian
yang memiliki sejarah gangguan jiwa dan memiliki sindrom tertawa yang selalu
dianggap aneh oleh orang-orang banyak sehingga berpengaruh terhadap kemampuan
sosial dan karirnya. Arthur tinggal bersama dengan ibunya di kota Gotham dengan
mengambil setting tahun 1981, sembari
bekerja sebagai badut untuk berbagai keperluan acara dirinya memiliki impian
untuk sukses mengejar karir impiannya sebagai komedian stand-up.
Gotham pada saat itu merupakan kota yang sedang kacau, disebabkan ketimpangan sosial yang membuat para pekerja kota mogok menjadikan kota Gotham seperti kota yang terbengkalai dan tidak terurus, banyak sampah, tikus-tikus yang bermutasi menjadi semakin besar, pengangguran, dan tingkat kriminalitas yang meroket tajam. Tinggal dikota yang berantakan seperti Gotham, apalagi setelah dirinya diserang oleh sekelompok anak-anak berandalan, hanya mendorong kondisi kejiwaannya menjadi semakin tidak stabil. Satu-satunya tempat ia bisa menenangkan dirinya hanya melalui terapi dan obat-obatan yang diberikan oleh psikiaternya, dan melalui sesi terapi kejiwaan gratis yang disediakan sebagai fasilitas kota, Arthur merasa jika Gotham dan masyarakatnya semakin hari semakin tidak ramah dan tidak peduli dengan orang-orang disekitar mereka.
Gotham pada saat itu merupakan kota yang sedang kacau, disebabkan ketimpangan sosial yang membuat para pekerja kota mogok menjadikan kota Gotham seperti kota yang terbengkalai dan tidak terurus, banyak sampah, tikus-tikus yang bermutasi menjadi semakin besar, pengangguran, dan tingkat kriminalitas yang meroket tajam. Tinggal dikota yang berantakan seperti Gotham, apalagi setelah dirinya diserang oleh sekelompok anak-anak berandalan, hanya mendorong kondisi kejiwaannya menjadi semakin tidak stabil. Satu-satunya tempat ia bisa menenangkan dirinya hanya melalui terapi dan obat-obatan yang diberikan oleh psikiaternya, dan melalui sesi terapi kejiwaan gratis yang disediakan sebagai fasilitas kota, Arthur merasa jika Gotham dan masyarakatnya semakin hari semakin tidak ramah dan tidak peduli dengan orang-orang disekitar mereka.
Sosok yang dekat
dengan dirinya saat itu hanyalah dengan ibunya yang ia rawat di apartemennya
bernama Penny Fleck, yang mana sang ibu selalu memberitahu dan percaya jika
Arthur lahir untuk membawa kebahagiaan dan tawa kepada orang lain dengan selalu
memasang wajah bahagianya. Arthur dan
ibunya selalu menghabiskan waktu bersama dengan melihat acara talkshow populer yang dibawakan oleh
Murray Franklin dengan jargon khasnya ‘That’s
Life’ dimana Arthur berkeinginan besar bahkan memiliki impian untuk bisa
tampil di acara tersebut, dan selalu melihat acara itu sebagai cahaya bagi
dirinya di tengah kemuraman hidupnya.
Ditengah kesulitan yang Arthur dan ibunya jalani, sang ibu memiliki harapan besar terhadap Thomas Wayne yang selalu ia lihat lewat televisinya, seorang konglomerat yang mengajukan diri menjadi seorang wali kota agar bisa merubah kota Gotham menjadi lebih baik, dengan menuliskannya surat dimana Arthur selalu mengirimkannya setiap hari, karena sang ibu optimis jika Thomas Wayne suatu hari bisa menyelamatkan dan mengangkat kehidupan mereka berdua. Mampukah Arthur mencapai mimpinya dan membawa perubahan ke kota Gotham yang kacau balau, di tengah kekerasan masyarakat dan demonstran yang semakin meluas mampukah dirinya menemukan kehangatan dan pengakuan dari orang-orang sekitarnya? Mampukah dirinya menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk menjadi lebih bahagia? Lalu apa relasi yang dimiliki ibu Arthur dengan Thomas Wayne hingga dirinya selalu optimis terhadap orang terkaya di Gotham tersebut? Jawaban tersebut bisa anda temukan ketika melihat filmnya.
Ditengah kesulitan yang Arthur dan ibunya jalani, sang ibu memiliki harapan besar terhadap Thomas Wayne yang selalu ia lihat lewat televisinya, seorang konglomerat yang mengajukan diri menjadi seorang wali kota agar bisa merubah kota Gotham menjadi lebih baik, dengan menuliskannya surat dimana Arthur selalu mengirimkannya setiap hari, karena sang ibu optimis jika Thomas Wayne suatu hari bisa menyelamatkan dan mengangkat kehidupan mereka berdua. Mampukah Arthur mencapai mimpinya dan membawa perubahan ke kota Gotham yang kacau balau, di tengah kekerasan masyarakat dan demonstran yang semakin meluas mampukah dirinya menemukan kehangatan dan pengakuan dari orang-orang sekitarnya? Mampukah dirinya menjadi inspirasi bagi masyarakat untuk menjadi lebih bahagia? Lalu apa relasi yang dimiliki ibu Arthur dengan Thomas Wayne hingga dirinya selalu optimis terhadap orang terkaya di Gotham tersebut? Jawaban tersebut bisa anda temukan ketika melihat filmnya.
All It Takes Is One Bad Day
Plot dari Joker
akan sepenuhnya fokus terhadap perjalanan Arthur Fleck, individu yang bertarung
dengan kondisi mentalnya yang tidak stabil dihadapkan dengan kondisi Kota
Gotham yang semakin menggila, tertindas dari perlakuan masyarakat kotanya
sendiri, politikus dan aparat penegak hukum yang berpihak, ditambah demonstran
yang semakin membuat kota kacau setiap harinya, tidak heran jika film ini tidak
tayang di China karena masalah demonstran Hong Kong yang semakin rusuh setiap
harinya. Ya, film Joker sangat kental akan tema mengenai kondisi kejiwaan,
struktur sosial, dan tidak terlalu menyorot aksi laga meski karakternya
merupakan salah satu karakter komik DC yang cukup terkenal, filmnya lebih
terasa seperti drama suspense yang menyiratkan berbagai cerminan mengenai
gangguan mental seseorang sembari diselipkan berbagai filosofi dalam beberapa
adegannya. Terdapat proses bagaimana filmnya mengembangkan kejiwaan Arthur ini
menuju kegilaan dan kekacauan, hingga mencapai pada titik dimana Arthur
menyerah dan menjadi sosok yang ditakdirkan dalam hidupnya, yaitu hidup sebagai
pangeran kriminal kota Gotham, Joker.
Bagaimana cara
filmnya menampilkan kegilaan Arthur ini hingga dirinya menjadi Joker mendapat
inspirasi dari beberapa sumber, diantaranya melalui komik Batman versi Alan
Moore “The Killing Joke”, dan film besutan sutradara Martin Scorsese “Taxi
Driver” dan “King of Comedy” yang dimana beberapa karyanya juga ikut
berpengaruh dalam film ini. Untuk latar belakang kehidupannya Arthur Fleck
memiliki suasana yang sama seperti Joker dari komik The Killing Joke, seseorang
yang ingin sukses dalam bidang stand-up
comedy namun karirnya gagal total disana. Bagaimana ia memandang masyarakat
terdapat kemiripan juga seperti Travis Bickle dari Taxi Driver, seseorang yang
muak dalam masyarakat dan memutuskan untuk menyelesaikan masalah tersebut
dengan caranya sendiri, yaitu dengan kekerasan. Tokoh Arthur dan Travis juga
sama-sama menulis sebuah jurnal hanya bedanya Arthur menulis materi untuk
gig-nya sedangkan Travis lebih seperti diary. Obsesinya diambil dari King of
Comedy, seorang komedian stand-up
delusional yang terobsesi untuk bisa muncul di sebuah acara talkshow terkenal, dan berusaha dengan
segala cara untuk tampil disana.
Referensi-referensi
tersebut kemudian digunakan untuk membangun dunia dimana anda akan dibawa untuk
melihat keseharian dari kehidupan Arthur Fleck yang penuh dengan nestapa. Dengan
mengambil setting pada tahun 1981, di
tengah kota Gotham yang sedang kacau balau, filmnya hampir sepenuhnya
memaksimalkan sudut pandang Arthur sebagai tokoh utama. Diantaranya sudut
pandang ini akan menampilkan bagaimana pikiran tokoh utamanya bekerja dan
bereaksi terhadap dunia di sekitarnya, dan sangat meminimalisir akan perspektif
karakter lainnya sepanjang cerita filmnya. Dengan kata lain, sebagaimana narasi
ceritanya berjalan hanya untuk menciptakan karakter Joker itu sendiri, ditambah
kita hanya bergantung pada sudut pandang saja, membuat kita harus mengamati
akan seorang karakter yang hidup dalam fantasi dan kegilaannya. Konsep “Hari
Terburuk” ini tidak lepas dari sumber komiknya, “The Killing Joke”, yang
memiliki teori cukup terkenal yaitu hanya dibutuhkan 1 hari buruk untuk
mendorong orang menjadi jahat. Referensi itu tidak lupa ditambahkan ke dalam
filmnya sebagai easter-egg melalui
adegan pada saat Arthur datang ke apartemen Sophie dan mengatakan “Aku telah
mengalami hari yang buruk”.
Struktur dari
plot ceritanya sendiri tergolong linear, dan mampu mengeksposisikan alur ceritanya
dengan berbagai ringkasan-ringkasan adegan yang cukup tidak terduga dengan
penyampaian yang ambigu namun tidak bertele-tele tanpa menghadirkan sebuah gimmick basi. Film Joker juga merupakan
salah satu film yang tidak tergolong straight
forward dalam penyampaian gimmick
ceritanya, ada beberapa bagian yang harus dilalui agar anda bisa sepenuhnya
paham dengan segala apa yang terjadi membuat pacing dalam filmnya terasa cukup lambat. Eksposisi tersebut
dilakukan secara simbolis, dan membuat filmnya tidak terlalu cepat untuk
buru-buru berganti ke adegan selanjutnya. Ada beberapa filler yang digunakan sebagai bentuk transisi dari satu adegan ke
adegan lainnya, seperti Arthur yang menari di kamar mandi umum, masuk ke dalam
kulkas, melampiaskan kekesalannya di tempat pembuangan sampah.
Eksposisi
tersebut memiliki peran besar sebagai sebuah simbolisme atau bentuk ekspresi
dari tokoh utamanya, Arthur Fleck. Dikarenakan karakternya hanya menampilkan
satu ekspresi saja dalam karakternya yaitu tertawa, kita diharuskan
menebak-nebak apa bentuk emosional yang Arthur sebenarnya rasakan pada saat
itu. Melalui eksposisi-eksposisi itulah yang membuat kita sedikit paham apa
yang ingin disampaikan oleh karakternya melalui isyarat tubuh atau kelakuannya.
Salah satu bentuk simbol dalam filmnya yang saya tangkap adalah tangga. Dari
awal sampai pertengahan film, kita beberapa kali diperlihatkan adegan Arthur
yang sedang menaiki tangga yang terlihat muram dan depresi, ini menyimbolkan
bagaimana sulitnya dirinya untuk menjadi seseorang yang ideal di mata masyarakat
dan benar-benar membebani hidupnya. Setelah mencapai akhir klimaksnya kita bisa
melihat beberapa adegan dimana Arthur yang menuruni tangga bahkan menari disana
dan tampak bahagia, ini memiliki arti jika Arthur sudah tidak lagi memiliki
beban dalam hidupnya, terlihat jauh lebih bahagia, dan nyaman untuk tidak lagi
berpura-pura di masyarakat untuk bisa menjadi dirinya sendiri.
Akan ada banyak
pertanyaan yang tercipta di benak anda ketika melihat filmnya, membuat misteri
juga merupakan bagian dari dalam film Joker. Siapakah Arthur? Mengapa dirinya
tertawa seperti itu? Apa yang menyebabkan diri Arthur menjadi seperti ini?
Mengapa ibunya begitu terobsesi dengan Thomas Wayne? Rahasia apa yang
disembunyikan oleh ibunya sendiri? Apakah dirinya bisa sukses mengejar
impiannya dan membawa kebahagiaan kepada kota Gotham? Apa perubahan yang akan
Arthur bawa ke dalam kota Gotham? Pertanyaan-pertanyaan seperti itu yang akan
muncul dibenak anda ketika melihat filmnya. Meski begitu Film Joker tidak
begitu saja menyediakan jawaban pada beberapa bagian yang memang dibiarkan
menggantung dan dibiarkan menjadi tetap sebagai misteri. Penonton diberikan
kebebasan untuk menginterpretasikan sendiri jawaban dari misteri-misteri
tersebut dengan teori atau pemahamannya masing-masing.
Plot yang juga
dikembangkan dengan baik dalam film joker diantaranya adalah pada bagian suspense dan thriller-nya. Film joker bisa membangun suasana menegangkan
sekaligus tidak nyaman melalui dialog atau akting antar karakternya yang bisa
membuat gelisah yang menontonnya, hingga banyak dari adegan suspense tersebut menjadi sangat
memorable. Melalui sequence-nya,
penonton seolah diberikan petunjuk demi petunjuk bakal kemana arah adegannya
akan berjalan, melalui dialog dan tingkah laku baik dari Arthur dan lawan
mainnya, penonton bisa tahu arah horor atau adegan anti klimatik yang menunggu
di akhir filmnya. Salah satu yang paling berkesan adalah, ketika Sophie,
memergoki Arthur sedang berada di dalam apartemennya. Darisana momen yang
sebelumnya manis, dan terlihat seperti keduanya saling memiliki satu sama lain,
berubah menjadi horor dan mencekam ketika kebenaran dan kenyataannya terungkap.
Sosiopat yang ingin diperhatikan
Untuk bisa
mengerti filmnya, kita juga diharuskan untuk mengerti dan memahami siapa
sebenarnya sosok dari Arthur itu sendiri. Sekilas, Arthur terlihat seperti
orang yang kesepian dan memiliki banyak masalah sehingga membuatnya depresi.
Dari stress karena berbagai tekanan, penyakit syaraf yang membuatnya selalu
tertawa (Pathological Laughter),
pikiran yang selalu dipenuhi oleh pandangan negatif, namun dari itu semua yang
paling mencolok dan menjadi sorotan utamanya adalah posisi Arthur yang
sendirian di tengah masyarakat Gotham yang semakin beringas. Filmnya kemudian
memposisikan Arthur di situasi dimana ia terlihat tidak benar-benar sendirian
dan ada orang yang masih peduli dengannya, untuk awalnya yaitu ibunya sendiri;
kemudian Sophie, wanita paruh baya yang tinggal bersama dengan anak-anaknya di
1 gedung apartemen yang sama dengan Arthur; dan figur ayah yang hadir dalam
kehidupannya.
Ibunya, Penny
Fleck, adalah seseorang yang ikut tinggal bersama Arthur menjalani kehidupan
mereka bersama-sama. Sang ibu merupakan orang yang benar-benar Arthur
perhatikan, dan satu-satunya orang yang paling dekat dengannya. Oleh karena itu
tidak aneh bagi seorang Arthur merasa bangga bahwa dirinya masih bisa merawat
dan menjaga sang ibu, namun apakah pengorbanan yang ia berikan sepantar dengan
respon sang ibu? Ibunya ketika pertama kali diperlihatkan seperti seseorang
yang lemah, sakit-sakitan, dan linglung terhadap sekitarnya, namun ada
karakteristik yang mengerikan di dalam diri sang ibu, yaitu sifat narsistiknya.
Ya, Penny Fleck, merupakan seseorang yang juga terjebak dengan fantasinya
sendiri, dan hal ini sudah diperlihatkan secara halus melalui rutinitas sang
ibu dari sejak awal film. Rutinitas yang saya maksud adalah kebiasaan sang ibu
yang selalu menanyakan apakah suratnya untuk Thomas Wayne sudah diposkan atau
belum setiap kali Arthur pulang dari pekerjaannya.
Lalu bagaimana
keterkaitan antara kebiasaan ini membuktikan jika sang ibu memang tidak peduli
dengan anaknya sendiri? Jawaban tersebut terletak pada adegan ketika Arthur
pulang ke apartemennya sehabis kencan dengan Sophie, kekasih barunya saat itu.
Ketika ia datang dan berdansa dengan sang ibu, Penny memberitahu bahwa dirinya
telah menulis surat lagi untuk Thomas Wayne, yang kemudian menanyakan kenapa
bau minyak wangi/parfum terhadap Arthur, yang ia jawab bahwa dirinya habis
berkencan dengan seseorang. Respon orang pada umumnya apalagi ini kasusnya
sebagai seorang ibu, pasti akan penasaran dan bilang “dengan siapa?”, tetapi
respon Penny Fleck pada saat itu berbeda, dan membalasnya dengan kembali mengingatkan
hal yang hanya berkaitan terhadap kepentingannya sendiri yaitu “jangan lupa
kirimkan suratku”. Melalui respon itulah filmnya sendiri memberikan petunjuk dengan
dialog yang sederhana, mengindikasikan bahwa Penny, ibu kandung dan keluarga
kandung satu-satunya dari Arthur, pada kenyataannya tidak memiliki ketertarikan
atau kepedulian sama sekali dengan kehidupan anak semata wayangnya ini.
Setelah melalui
berbagai macam kejadian menyakitkan, Arthur menemukan fakta lainnya dimana sang
ibu juga ikut bertanggung jawab karena membiarkan mantan pacarnya menyiksa
Arthur sampai sang anak trauma berat dan menjadi penyebab utama sindrom tertawa
Arthur Fleck. Dalam filmnya, sindrom tertawa ini merupakan salah satu tembok
penghalang dirinya untuk bisa sukses karirnya dan diterima dalam masyarakat.
Terdapat adegan yang cukup singkat namun maknanya cukup dalam, yaitu pada saat
Arthur dalam perjalanan pulang menggunakan bus. Ada anak kecil yang tersenyum
kepadanya, dan sebagai seorang yang handal untuk membuat anak-anak kecil tertawa,
Arthur secara sepontan menghibur anak tersebut dan berhasil membuatnya tertawa.
Tawa dari anak tersebut merupakan hal yang paling berharga yang bisa diterima
oleh Arthur karena memang itulah tujuan hidupnya. Sayangnya, momen bahagia
tersebut berumur pendek ketika ibu dari sang anak menyetak Arthur untuk tidak
mengganggu anaknya. Sampai Arthur tidak bisa membalas kata-kata dari sang ibu,
dan sontak tertawa terbahak-bahak yang membuat ibu dari anak tersebut menjadi
semakin naik pitam, hingga Arthur menyerahkan kartu yang menjelaskan
penyakitnya baru sang ibu paham akan kondisi Arthur. Dari momen sederhana itu
kita bisa mengetahui tentang penderitaan dirinya, dan kesulitan yang ia terima
karena sindromnya tersebut. Hal yang seharusnya diartikan sebagai bentuk
ekspresi bahagia manusia malah terlihat sebagai hal yang depresi dan seperti
kutukan yang harus Arthur bawa sepanjang hidupnya karena perbuatan dari sang
ibu, Penny Fleck, yang sejak dari awal tidak peduli dengan anaknya sendiri
karena sifat narsistiknya.
Sifat narisistik
ini, pada akhirnya akan diwarisi Arthur dari ibunya sendiri, dan ia sangat haus
akan perhatian. Selain ingin mendapat perhatian dari masyarakat luas, Arthur
Fleck juga merupakan orang yang kurang perhatian karena hilangnya sosok ayah
dalam hidupnya. Sebagaimana ia membayangkan dirinya hadir dalam acara Murray
Franklin, dan mendapat sambutan hangat dari sang pemandu, ada indikasi bahwa
sosok Murray Franklin itu sendiri ia anggap lebih dari sekedar sosok idolanya,
ia juga menganggap sang host sebagai
figur ayah baginya. Melalui doktrin sang ibu yang selalu mengatakan bahwa
Arthur selalu memasang wajah bahagia, dan dirinya lahir untuk membawa
kebahagiaan dan tawa bagi semua orang, sosok Murray Franklin sangat pas bagi
Arthur untuk dijadikan contoh figur yang selama ini ia cari.
Ketika ia
mendapati dalam surat ibunya bahwa ia merupakan anak dari sesosok orang terkaya
di kota Gotham. Yang diperlihatkan oleh karakternya bukan senang karena
ternyata ia juga orang kaya, namun ia senang karena ternyata selama ini dirinya
memiliki seorang ayah kandung bernama Thomas Wayne. Bentuk emosi yang
diperlihatkan oleh tokohnya memang murni karena ia senang mengetahui bahwa
dirinya memiliki ayah kandung, dan berharap bisa mendapatkan perhatian dan pengakuan
yang selama ini ia cari-cari. Tetapi pada kenyataannya takdir memang tidak
begitu ramah terhadap Arthur. Sesaat Arthur menemui orang yang katanya
merupakan ayah kandungnya sendiri, bukan pengakuan atau pelukan hangat yang
menyambutnya, tetapi pukulan yang menghancurkan harapan dirinya. Impian
terakhirnya juga kembali hancur dari sosok yang selama ini ia anggap menjadi
inspirator dan idolanya, yaitu Murray Franklin. Ketika impiannya berhasil
terwujud dan dirinya berhasil muncul dalam acara tersebut, apa yang ia
bayangkan ternyata tidak sesuai dengan yang ia harapkan. Murray justru lebih
bersimpati terhadap orang lain yang menyakiti dirinya, dan kehadirannya di
acara tersebut hanya menjadi bahan lelucon sang pemandu acara. Membuat Murray
Franklin, sosok yang selama ini ia kira bisa memberikan perhatian, pengakuan,
atau sekedar sambutan hangat ternyata tidak jauh berbeda dengan mereka yang
selalu mengolok-olok dirinya.
Hal yang dinilai
kuat dan memberikan harapan lebih terhadap Arthur adalah dengan kehadiran
Sophie. Seolah membuat Sophie sebagai sumber kehangatan seperti matahari yang
selalu membuat hari-hari Arthur cerah, dan membuat dirinya kuat untuk
menghadapi hidupnya karena perhatian dan dukungan yang diberikan oleh Sophie.
Ini yang kemudian membuat konsep ceritanya menjadi lebih twisted, filmnya kemudian bertransisi ke arah yang menyeramkan dan
membuka kebenaran akan hubungan keduanya yang tidak lebih hanyalah delusi
Arthur semata. Ya dirinya sama dengan sang ibu, keduanya berdelusi bahwa ada
seseorang yang mereka dambakan membalas perasaan mereka, namun pada
kenyataannya tidak. Bisa anda bayangkan mungkin satu-satunya hal yang bisa
membuat Arthur waras ternyata hanyalah kebohongan yang ia buat sendiri untuk
mempermanis kehidupannya, tetapi pada kenyataannya Arthur Fleck, selama ini
memang seorang diri tanpa ada kehadiran orang yang benar-benar peduli
terhadapnya.
I Carve Violence
Kekerasan
merupakan bagian paling mengesankan yang ada dalam film Joker, dan menjadikan
film ini memiliki rating Dewasa karena hal tersebut. Jika dibandingkan dengan
film superhero dengan rating dewasa
seperti Deadpool, secara moral ke dua film ini memiliki tujuan yang sama ketika
mengeksekusi kekerasan dalam karakter utamanya, yaitu karena mereka senang membunuh
dan mengalami ekstasi ketika melakukannya. Namun berbeda dengan Deadpool dimana
kematian pada karakter sampingan tampak tidak begitu berarti dan memakan jumlah
yang banyak, namun di film Joker kematian yang ada di dalam filmnya tergolong
sedikit namun bisa menampilkan kematian tersebut menjadi sebuah tragedi bukan
sebagai gimik semata saja, kematian-kematian memberikan dampak besar terhadap
perkembangan karakter dan ceritanya.
Meski kekerasan
dalam filmnya tidak dijadikan dalam bentuk aksi yang dibalut dengan
koreografi-koreografi seru, namun aspek satu ini menjadi salah satu daya tarik
dan menjadi salah satu bagian yang di eksekusi dengan sangat baik baik dari
sutradara maupun aktornya. Eksekusi dalam kekerasannya tersebut juga menjadi
bagian yang bisa bikin kaget, terutama suara pistol milik Arthur yang terdengar
sangat keras ketika ditembakkan bisa membuat anda berhenti untuk bernafas
sejenak karena letusannya yang datang secara tiba-tiba seperti petir di siang
bolong. Tentunya kematian dalam film Joker juga tidak dihadirkan ke dalam
bentuk yang anti-klimatik, ceritanya akan membangun suasana yang mendorong
Arthur untuk melakukan tindakan kekerasannya. Seperti domino, dorongan demi
dorongan akan menghancurkan kewarasan dan rasionalitas dari Arthur itu sendiri,
menjadikan kematian yang ada dalam film Joker lebih memiliki makna ke dalam
cerita dan perkembangan karakternya.
Filmnya sendiri
akan membuat anda tahu jika Arthur pada saat tertentu pasti akan melakukan
kekerasan tetapi anda tidak tahu kapan, karena semua yang Arthur lakukan secara
impulsif. Tidak ada kokangan senjata, atau memperlihatkan senjata tajam dan
menghunuskannya kepada si calon korban sebagai momentum jika korbannya akan
mati pada saat itu, kematian terasa semakin dekat dan datang dengan tidak
terduga. Namun, yang jauh lebih menyeramkan adalah pada fakta yang terungkap
mengenai bagaimana Arthur bereaksi dan merasakan apa yang ia lakukan pada saat
itu. Pada awalnya dirinya memang diperlihatkan takut, dan kemudian panik,
tetapi tariannya yang ada dalam kamar mandi semakin mendefinisikan karakter
Arthur lebih jauh. Tariannya yang begitu tenang setelah dirinya menghabisi
nyawa orang, memperlihatkan dirinya memang sama sekali tidak memiliki simpati
atau empati terhadap nyawa manusia, apalagi dirinya yang terangsang dan pergi
ke apartemen Sophie untuk bercinta menambah gelap karakter Arthur itu sendiri.
Melalui kekerasan
dan kematian inilah membuat sosok Arthur Fleck menemukan jati diri, gairah, dan
kebebasan yang selama ini ia cari. Dengan make-up
dan ciri khas rambutnya yang berwarna hijau masyarakat mulai mengakui
keberadaan dirinya, semua orang tidak lagi mengacuhkan dia, perhatian berpusat
kepadanya, namun bukan sebagai Arthur Fleck tetapi sebagai Joker, Clown Prince of Crime from Gotham City.
Ia tidak perlu lagi mengenakan lagi wajah sebagai Arthur Fleck yang selalu
sedih, muram, dan selalu berpura-pura untuk diterima di masyarakat. Arthur
telah menentukan jalan hidupnya sendiri tanpa harus repot-repot memikirkan akan
kebahagiaan orang lain. Sebagai Joker ia memang tidak berhasil menebar tawa
kepada masyarakatnya, namun ia berhasil menjadi sosok yang menginspirasi
masyarakat banyak dengan membawa kekacauan, anarki, dan banyak kematian ke
dalam kota Gotham, tetapi setidaknya ia berhasil mengakhiri segala nestapa yang
membebani hidupnya selama ini.
Membicarakan
tentang kekerasan dalam filmnya, Joker tergolong tidak terlewat batas ketika
menampilkan hal ini. Film-film yang menjadi referensinya dahulu jauh lebih
brutal dan eksplisit ketika menampilkan kekerasannya, apalagi lulus sensor dari
lembaga yang ditangani oleh Indonesia tanpa adanya potongan adegan terhadap
filmnya sudah merupakan sebuah prestasi tersendiri. Meski begitu beberapa orang
harus bisa memahami rating dalam filmnya dan film Joker yang sudah memiliki
rating dewasa tentunya tidak cocok untuk diperlihatkan kepada anak-anak dibawah
umur terlepas tokohnya yang datang dari dunia komik yang sama dengan Batman. Karena
pesan dari filmnya untuk menjadikan kekerasan dan kematian ini sebagai simbol
memang terpampang cukup jelas, dimana kita sebagai masyarakat pada kenyataannya
tidak memiliki banyak pilihan untuk menentukan mana yang benar dan mana yang
salah. Opini kita selalu dipecah dan digiring hingga kita selalu menelan mentah-mentah
apa yang dikatakan oleh media masa atau orang-orang penting mengenai hal-hal
tertentu, seperti yang Thomas Wayne lakukan ketika 3 orang pekerjanya mati
ditangan Arthur, dirinya menyebut orang-orang tersebut sebagai orang yang baik,
pekerja keras, dan tidak tergantikan, namun pada kenyataannya mereka adalah
bajingan yang mabuk-mabukan, melecehkan wanita, dan mengeroyok Arthur.
Karakternya
berkembang dari orang yang mencari tentang jati dirinya, secara tidak sengaja
berubah menjadi sebuah simbol yang di idolakan oleh masyarakat Gotham. Dari
semua tragedi dan pengalaman buruk yang menimpa tokoh utamanya. Filmnya tidak
begitu saja menentukan motif terhadap tokoh utamanya, melalui motif tersebut
filmnya berusaha untuk memecah sudut pandang penontonnya dalam menilai sosok
Arthur atau Joker, hingga filmnya bisa juga dibilang sekali lagi memberikan
kebebasan bagi penontonnnya untuk menentukan sendiri siapakah korban dan
penjahatnya disini.
Budget filmnya
bisa dibilang tidak dimodali sebesar film-film DC lainnya, karenanya kekuatan
film Joker terletak pada performa akting yang dibawakan oleh aktor utamanya,
Joaquin Phoenix, dan sekaligus mengedepankan kualitas cerita yang ditulis oleh
Todd Phillips dan Scott Sillver. Hanya modal 2 hal tersebut, film Joker bisa
dibilang menjadi salah satu film DC terbaik dan cukup memorable meski temanya
dari ceritanya tergolong sangat serius. Sembari menikmati filmnya, anda juga
akan disajikan dengan musik-musik karya original milik Hildur Guðnadóttir yang
bisa membuat merinding sepanjang film, dimana komposer satu ini juga pernah
menangani soundtrack untuk
mini-series sukses milik Netflix, Chernobyl. Melalui musiknya bisa menciptakan
suasana yang mewakilkan situasi dan perasaan dari seorang pria kesepian bernama
Arthur Fleck, dimana salah satu karyanya dalam film Joker yang paling memorable
yaitu “Call Me Joker” bisa membuat saya terpukau ditambah dengan betapa
epik-nya pada adegan klimaksnya. Filmnya juga diramaikan dengan musik-musik
karya musikus lawas seperti Frank Sinatra, Jimmy Durante, band rock Cream, dan
Gary Glitter.
Untuk Joaquin
Phoenix, kualitas aktingnya tidak perlu lagi anda ragukan disini, karena
perannya sebagai Arthur Fleck aka Joker merupakan peran terbaik Joaquin di
sepanjang 2019 bahkan di sepanjang karirnya sejak perannya di ‘You Never Really Here’. Sebagai salah
satu orang yang dikenal sebagai method
actor, hal yang paling mencolok adalah transformasi tubuhnya yang sangat
ekstrim. Transformasi tubuh milik Joaquin ini sempat mengingatkan saya ketika
Christian Bale memerankan ‘The Machinist’,
disini Joaquin benar-benar melakukan komitmennya untuk mencapai bentuk tubuh
yang ideal untuk menjadi seorang tokoh Joker. Ketika menjadi sosok Joker ini,
dirinya tidak tertarik untuk mengambil referensi dari Joker-Joker yang
sudah-sudah, Joaquin ingin menghadirkan sosok Joker yang baru dengan
interpretasi dan pendekatannya sendiri. Meski begitu, dirinya juga sama seperti
mendiang Heath Ledger, dimana Joaquin juga menulis jurnal untuk lebih
menghayati karakternya dan pola pikirnya bisa seutuhnya menjadi Arthur Fleck,
dan isi jurnal tersebut bisa sekilas anda lihat dalam filmnya. Melalui
pendekatannya ini, Joaquin berhasil memberikan angin segar dengan menampilkan wajah
baru kedalam karakter Joker, tanpa menghilangkan ciri khas tokohnya baik secara
penampilan ataupun kepribadiannya. Konsep yang ia hadirkan ke dalam karakternya
bisa dibilang unik, karena tidak langsung memperlihatkan sisi buruk dari
seorang Joker, namun terdapat proses yang bisa memberikan kita pengalaman baru
untuk mengenal karakter Joker melalui sesosok Arthur Fleck.
Salah satu
pencapaian sukses Joaquin, bahwa dirinya berhasil membawa kembali tawa Joker
yang menyeramkan dan mengganggu ketika didengar. Sang aktor juga mengakui bahwa
tawa dari Joker itu sendiri merupakan salah satu hal tersulit yang harus ia
lakukan sepanjang film, untuk mendalami karakternya sang aktor kerap kali
menonton video orang yang menderita pathological
laughter, gangguan syaraf yang menyebabkan penderitanya tertawa diluar
kendali. Joaquin berupaya untuk menghadirkan karakter dimana penonton kesulitan
untuk menebak atau mengenali perasaan apa yang dialami oleh karakternya, dan
upayanya untuk menampilkan raut wajah yang muram layaknya orang depresi tapi
disisi lain dirinya diharuskan tertawa merupakan hal yang sulit dilakukan meski
terdengar sederhana. Hanya melalui tertawanya saja anda bisa merasakan bentuk
ekspresi kesakitan dan betapa menyiksa hidupnya karena tawanya tersebut, dan
anda tahu bahwa dibalik tawanya itu hanyalah topeng belaka yang tidak bisa
Arthur lepaskan, karena topeng tersebut telah merampas juga menyembunyikan perasaan
dan emosi sesungguhnya dari dirinya sendiri.
Joaquin juga
berhasil membawa karakternya menjadi lebih menarik dengan improvisasi yang
dilakukan olehnya di beberapa bagian film Joker, dan ini adalah salah satu
resiko yang Joaquin berani ambil untuk membuat filmnya semakin menarik. Adegan
pada saat dirinya masuk ke dalam kulkas atau menari di kamar mandi merupakan
hal yang dilakukan secara tidak terduga dan diluar script. Terutama adegan saat dirinya menari dalam kamar mandi
merupakan salah satu adegan paling
memorable dan paling di ingat dalam film Joker. Tidak hanya imporvisasi
saja yang ia bawakan, namun konsistensi ketika membawakan karakternya patut
diapresiasi salah satunya bagaimana ia melakukan akting menjadi orang kidal.
Karakternya yang diperankan oleh Joaquin adalah orang yang kidal, dan sang
aktor bukanlah orang kidal, namun Joaquin berhasil melakukan segala tindakan
pokok seperti menggenggam pistol, menulis, dan melakukan segala tindak
kekerasan dengan menggunakan tangan kirinya. Intonasi suara yang diberikan oleh
sang aktor juga bisa membuat orang merinding ketika mendengarnya. Bagaimana
tidak suaranya yang tadinya terdengar ringan tiba-tiba menjadi berat dan
mengancam pada beberapa, adegan menekankan betapa serius dirinya pada momen
tersebut.
Todd Phillips
merupakan orang yang berhasil mengangkat film Joker menjadi salah satu film dengan
rating dewasa yang paling sukses tahun ini bahkan sepanjang masa, mengalahkan
film-film Deadpool yang sempat menduduki peringkat 1 tahun-tahun sebelumnya. Keputusannya
untuk menjadikan dunia Joker sama sekali tidak memiliki hubungan atau keterkaitan
dengan dunia superheroes DC saat ini
merupakan hal yang tepat, dan melihat filmnya untuk pertama kali menjadi
pengalaman yang sulit untuk dilupakan. Jadi tidak usah aneh jika tidak melihat
Joker versi Joaquin dan Todd Phillips tidak hadir sebagai penjahat di film
Batman baru yang akan diperani oleh Robert Pattinson. Satu hal yang perlu di
apresiasi adalah Todd Phillips berani untuk keluar dari zona aman untuk membuat
versi Joker-nya sendiri, termasuk apresiasi juga kepada Warner Bros untuk memberikan
kebebasan penuh bagi Todd Phillips ketika diberikan tanggung jawab yang cukup
besar ini. Jika dulu Joker adalah seseorang yang jatuh ke dalam cairan kimia
yang merusak wajah dan kepribadiannya, namun Todd Phillips tidak mengikuti
formula tersebut dan memilih untuk mengambil resiko ketimbang mengambil jalan
yang “aman” terhadap filmnya. Yup, ketimbang menampilkan orang yang terpapar
cairan kimia dan menjadi gila, Todd Phillips lebih memilih seseorang yang
menjadi gila karena isolasi yang berasal dari orang-orang terdekat dan
masyarakatnya yang tidak peduli. Keputusan yang diambil oleh Todd Phillips akan
hal ini membuat cerita Joker menjadi lebih rasional dan dirinya membuat dunia
yang ada dalam Joker menjadi lebih nyata juga mempertahankan situasi dalam
filmnya menjadi lebih asli. Dinilai dari banyaknya versi asal-usul Joker yang
identitasnya masih menimbulkan misteri, melalui karyanya kita bisa memasukkan
versi Joker milik Todd sebagai salah satu origin
Joker terbaik saat ini.
Beberapa hal yang
membuat saya menyukai Todd Phillips adalah bagaimana dirinya tidak melewatkan
detail yang ada dalam film Joker. Sang sutradara benar-benar memperhatikan
segala sesuatu yang menjadi setting
background adegannya, yang dimana sang sutradara juga berhasil menghadirkan
nuansa muram dengan setting tahun
80an dimana kota Gotham benar-benar tidak terurus, banyak tikus yang bermutasi
dan sampah dimana-mana. Todd secara konsisten tetap mengembangkan situasi yang
ada dalam kota Gotham sesuai dengan yang diberitakan di berbagai stasiun
televisi di filmnya, dan tetap mengkorelasikan setting tahun filmnya dengan menampilkan 3 judul film yang muncul
pada tahun 1981 di bioskop yang didatangi oleh keluarga wayne diantaranya yaitu
Zoro the Gay Blade, Blow Out, dan Excalibur. Uniknya lagi film Excalibur
juga merupakan film yang muncul di opening
Batman VS Superman ketika Thomas dan Martha Wayne menemui ajalnya setelah
meninggalkan gedung bioskop. Yang paling dikenal dari detailnya ini adalah jam
di setiap adegan Joker yang menunjukkan pada angka 11:11 yang menciptakan
“Teori Jam” yang cukup menggegerkan karena melalui jam tersebut terdapat
indikasi besar jika selama ini filmnya merupakan fantasi Arthur Fleck semata.
Selain itu Todd
Phillips menyembunyikan cukup banyak easter
egg yang tersembunyi dalam filmnya. Diantaranya font yang digunakan oleh acara night
show Murray Franklin menggunakan font yang sama dengan film animasi Batman
tahun 1992. Nama belakang psikiater Arthur yaitu Debra Kane memiliki kesamaan
dengan Bob Kane yang tidak lain adalah pencipta Batman, selain itu Debra Kane
juga merupakan salah satu karakter yang muncul dalam komik Batman: The Ultimate
Evil. Nama markas besar Joker, Amusement Mile, juga turut muncul dalam film
ini, tempat tersebut merupakan lokasi yang digunakan oleh Joker pada komik The
Killing Joke untuk membuat inspektur Gordon Gila, anda bisa menemukannya
melalui poster di sebelah kanan lorong tempat kerja Arthur ketika dirinya
dipanggil oleh bosnya.
Lalu ada 2 referensi mengenai tokoh jahat yang secara
tidak langsung disinggung dan turut hadir disini, dari masalah tikus super yang
sedang dihadapi oleh Gotham banyak orang yang mengkaitkan dengan penjahat
bernama Ratcatcher dimana penjahat ini bisa mengontrol tikus-tikus dalam jumlah
yang banyak, dan simbol “?” yang ada di lift rumah sakit Arkham banyak orang
yang mengkaitkannya dengan The Riddler. Berbicara tentang Arkham, dalam dunia
Batman terdapat tempat dimana penjahat-penjahat super ditahan dan tempat
tersebut bernama Arkham Asylum, tetapi Todd dalam filmnya merubah nama tempat
itu menjadi “Arkham State Hospital” menjadikan easter egg satu ini sebagai salah satu yang paling mencolok untuk
disadari oleh penontonnya.
Joker juga ke
datangan aktor veteran dan kelas berat yaitu Robert De Niro, dengan memerankan
karakter bernama Murray Franklin. Saya sempat kaget bahwa aktor sekaliber
dirinya mau tampil dalam film yang diangkat dari sebuah adaptasi komik, dimana
dulu dirinya sempat menolak peran sebagai green
goblin pada film “Spiderman” (2002). Sempat tersiar berita bahwa sang aktor
sempat berselisih paham dengan Joaquin akan masalah pembacaan script yang ingin dilakukannya secara
konvensional di kantornya, namun saya bersyukur hal tersebut cepat diselesaikan
dan tidak berpengaruh terhadap performa dan chemistry
keduanya dalam film Joker. Kali ini De Niro memerankan Karakter yang hampir
menyerupai peran lamanya di “The King of the Comedy”, hanya saja kali ini ia
menjadi host sungguhan dan tentunya masih
suka bersenda gurau dengan penonton di acaranya. Sebagai Murray Franklin, kehadiran
dirinya disini lebih dari sekedar pembawa acara malam saja, namun juga sebagai
orang yang di idolakan dan menjadi sumber inspirasi bagi Arthur untuk menjadi
seorang komedian stand-up yang
sukses.
Ada besar kemungkinan, melalui karakter Murray Franklin ini, filmnya
ingin menggambarkan akan pemujaan yang berlebihan terhadap selebritas atau
tokoh-tokoh terkenal yang sudah menjadi kebiasaan dalam masyarakat. Orang-orang
lebih percaya omongan yang keluar dari tokoh-tokoh terkenal entah bagaimana
cara untuk sukses, atau menentukan pilihan politik yang tepat, membuat kita
secara tidak sadar jika kita sebenarnya buntu untuk berpikir dan membuat orang
lain mendikte hidup kita mengenai apa yang salah dan apa yang benar. Ketika
ekspektasi yang kita harap dan percayakan kepada orang tersebut teralu tinggi,
maka hasil yang ada hanyalah kekecewaan seperti yang Arthur dapat karena
termakan mimpinya sendiri. Kematian karakternya menandakan kebebasan Arthur
untuk berpikir, dan bebas untuk menentukan arah hidupnya tanpa harus menjadi
atau mengikuti seseorang yang bukan dirinya.
A D V E R T I S E M E N T
We Are the Clown / Verdict
Joker adalah film
yang fokusnya bisa dibilang terbagi dua, disisi utamanya ingin menampilkan
perjuangan orang yang memiliki kelainan psikis untuk bisa diterima oleh
orang-orang sekitarnya, namun juga ingin menampilkan bobroknya struktur sosial dan
sinisme masyarakat terhadap pemerintahnya yang gagal mengayomi serta berprilaku
adil. Filmnya banyak menyelipkan berbagai gambaran yang jelas mengenai
keseriusan terhadap dampak ketidak stabilan mental seseorang yang sering kali
di acuhkan masyarakat, kesenjangan akan struktur sosial, dan ketidak mandirian
masyarakat dalam menentukan hidupnya yang cenderung lebih memilih untuk
mengikuti langkah atau mendengar masukan dari orang-orang sukses ketimbang
berani untuk kritis dan menentukan langkahnya sendiri. Keseluruhan film dan
ceritanya akan fokus dengan karakter utamanya, Arthur Fleck yang diperankan
oleh Joaquin Phoenix, dan anda bisa melihat besarnya komitmen sang aktor dalam
memerankan Joker. Meski ada aktor/aktris seperti Robert De Niro dan Zazie
Beetz, filmnya memutuskan untuk tidak menghadirkan prespektif-prespektif dari
karakter lainnya, menjadikan Arthur Fleck sebagai satu-satunya narator yang
membawa anda/kita dari awal sampai pada akhir film.
Film Joker
tergolong film yang menggunakan banyak referensi untuk membangun struktur
ceritanya, hingga secara garis besar konsepnya seperti teralu mengikuti referensi-referensi tersebut. Meski begitu film Joker merupakan film Superhero berani berbeda dibandingkan film-film adaptasi
komik akhir dekade ini. Salah satunya adalah dengan berani untuk meninggalkan
formula lama mengenai asal mula tokoh Joker yang jatuh ke dalam cairan kimia
dan menjadi gila, filmnya lebih mendekatkan mengenai seseorang yang terbentuk
menjadi produk kekerasan dan kekacauan yang ditimbulkan oleh sentimen masyarakat itu
sendiri. Alur ceritanya tidak banyak menghadirkan gimik namun tentunya memiliki
beberapa filler diantaranya adalah
dengan beberapa kali menampilkan Arthur yang sedang menari ketika filmnya mulai
bertransisi ke adegan selanjutnya. Filmnya juga tidak selalu berfokus mengenai
kemuraman dan drama kehidupan Arthur yang menyedihkan, filmnya mengakhiri
setiap masalah tersebut dengan kekerasan sebagai eksposisi yang dilakukan pada
ceritanya. Untuk kekerasan yang ada dalam film Joker menurut saya anggap
tergolong normal, filmnya tidak menginspirasi orang untuk melakukan kekerasan, namun menunjukan penyebab kenapa seseorang bisa melakukan kekerasan. Kematian yang ada
dalam filmnya juga dibangun dengan motif yang kuat sehingga bisa memberikan
dampak emosional lebih kepada ceritanya, dan tidak menjadikan kematian dalam
film ini sebagai hal yang dilewatkan begitu saja.
Akhir kata, saya cukup puas untuk ketika melihat film penutup akhir tahun milik DC satu ini. Sepanjang 2019, meski hanya 2 film yang keluar namun setidaknya film-film ini mendapat respon yang cukup positif, juga membuktikan jika film DC yang cukup ceria (SHAZAM!) dan Joker dengan temanya yang berat dan gelap masih bisa menarik minat dan sukses yang besar kepada penontonnya. Terlepas dari kesuksesannya saya harap tidak ada kelanjutan lagi dari film Joker dan menjadikan film ini sebagai film tunggal saja. Karena saya merasa film ini sudah memberikan penutup yang sempurna, dengan meninggalkan banyak kesan dan pengaruh kepada penontonnya. Menandakan bahwa film superheroes tidak perlu terikat pada sebuah proyek besar, mendatangkan pemain dari film lain sebagai crossover yang ambisius, atau mengeluarkan modal banyak untuk membangun hype besar dalam masyarakat, dengan arahan dan komitmen yang tepat film dari adaptasi komik-pun bisa mendatangkan sukses dan apresiasi yang baik.
Warner Bros||DC |
Akhir kata, saya cukup puas untuk ketika melihat film penutup akhir tahun milik DC satu ini. Sepanjang 2019, meski hanya 2 film yang keluar namun setidaknya film-film ini mendapat respon yang cukup positif, juga membuktikan jika film DC yang cukup ceria (SHAZAM!) dan Joker dengan temanya yang berat dan gelap masih bisa menarik minat dan sukses yang besar kepada penontonnya. Terlepas dari kesuksesannya saya harap tidak ada kelanjutan lagi dari film Joker dan menjadikan film ini sebagai film tunggal saja. Karena saya merasa film ini sudah memberikan penutup yang sempurna, dengan meninggalkan banyak kesan dan pengaruh kepada penontonnya. Menandakan bahwa film superheroes tidak perlu terikat pada sebuah proyek besar, mendatangkan pemain dari film lain sebagai crossover yang ambisius, atau mengeluarkan modal banyak untuk membangun hype besar dalam masyarakat, dengan arahan dan komitmen yang tepat film dari adaptasi komik-pun bisa mendatangkan sukses dan apresiasi yang baik.
Joker (2019)
Reviewed By:
Jodi Martin
Joker merupakan film yang tepat sebagai penutup dari DC dan Warner Bros.Tidak mengandalkan efek, aksi-aksi yang seru, dan juga tidak memakan modal yang cukup besar, film Joker unggul dalam ceritanya yang menampilkan kelelahan mental dan budaya cuek masyarakat terhadap masalah mental seseorang. Joaquin berhasil menghadirkan wajah baru Joker dengan komitmen dan keseriusannya dalam memerankan tokohnya, Arthur Fleck. Joker adalah angin segar yang berhasil dibawa oleh Todd Phillips terhadap film berdasarkan adaptasi komik menjadi lebih menarik dengan mengangkat tema-tema lebih yang sensitif.
Tidak ada komentar: